Progam
Studi Manajemen Angkatan 2011
Departemen
STIESIA Surabaya
TINDAKAN PEMERINTAH
TERHADAP AKSI
TERORISME
PAPER TUGAS MATA
KULIAH
MPB-504b BISNIS
INTERNASIONAL
Vina Puspitasari
1110204820
Abstrack
Terorisme adalah sebuah fenomena yang sulit untuk
dimengerti. Aksinya sangat mematikan dan tertutup, membawa banyak korban jiwa,
termasuk orang yang tidak bersalah.Dari beberapa insiden, diketahui bahwa
seseorang tanpa dasar pendidikan yang cukup dapat melakukan aksi yang
spektakuler. Pelaku atau pelaksana bentuk-bentuk terorisme, yang dilakukan baik
oleh perorangan ataupun kelompok dengan cara kekerasan sampai pembunuhan. Yang
dimulai dengan sistem konvensional hingga modern. Secara keseluruhan dapat
dikatakan bahwa efek teroris memiliki dimensi luas, dan umumnya secara langsung
memberikan tekanan kepada pemerintah.
Terrorism is a phenomena that is
difficult to understand. The action is very deadly and closed, took many casualties,
including those who do not bersalah.Dari several incidents, it is known that a
person without sufficient basic education can take action were spectacular.
Perpetrators or implementers forms of terrorism, which is done either by
individuals or groups in a violent manner to murder. Which began with
conventional and modern system. Overall it can be said that the terrorists have
the effect of broad dimension, and are generally are directly put pressure to
the government.
1.
Pendahuluan
faktor –
faktor pemicu timbulnya tindakan terorisme di Indonesia. Pertama, faktor –
faktor ekonomi, tingkat pengangguran yang tinggi dan kondisi ekonomi yang buruk
mendorong sejumlah orang untuk melakukan tindakan teroris. Kondisi sosioekonomi
yang buruk juga memudahkan organisasi teroris dalam merekrut teroris untuk
melakukan serangan bom bunuh diri. Kedua, kekecewaan akan kegagalan negara
dalam menjalankan perannya selama ini, baik dalam hal ekonomi, penegakan hukum,
maupun politik luar negeri, mendorong beberapa orang berpendidikan untuk
merancang aksi terorisme. Ketiga, adanya konspirasi politik penguasa, di mana
mayoritas aksi teror dan kerusuhan antaragama di Indonesia adalah proyek negara
yang melibatkan TNI, Polri, dan BIN.
Perlu
adanya upaya - upaya khusus yang
dilakukan pemerintah untuk memperbaiki kelemahan – kelemahan dalam bidang ekono
mi, politik, keamanan, dan penegakan hukum yang ada. Negara - negara maju seperti
Amerika juga berpotensi untuk membantu upaya penurunan angka terorisme dengan cara
meningkatkan jumlah bantuan bagi negara - negara berkembang untuk meningkatkan
kesejahteraan rakyat.
2.
Kontruksi Argumen
A. Pemicu Timbulnya Aksi Terorisme
1. Faktor
– Faktor Ekonomi sebagai Pemicu Aksi Terorisme
Penyebab utama munculnya aksi - aksi
terorisme di seluruh dunia, salah satunya adalah faktor yang berkaitan dengan
perekonomian suatu negara. Faktor – faktor ekonomi ini meliputi faktor
geopolitik dalam pengelolaan sumber daya alam negara berkembang oleh negara
maju dan faktor – faktor sosioekonomi, seperti kondisi ekonomi masyarakat,
kemiskinan, dan pendidikan (human capital).
Menurut Ehrlich dan Liu (2002),
faktor geopolitik, khususnya dalam kasus negara kaya (negara maju) yang
berusaha mengendalikan sumber daya minyak bumi yang dimiliki negara berkembang
mendorong terjadinya serangan teroris yang ditujukan pada negara maju tersebut
yang dilakukan oleh bebeapa orang dari negara berkembang.
Lebih
lanjut, Ehrlich dan Liu (2002) juga mengungkapkan bahwa faktor - faktor
sosioekonomi, khususnya masalah kemiskinan, ketidakadilan sosial, dan besarnya
jumlah pengangguran, bisa jadi salah satu penyebab terjadinya aksi - aksi
terorisme. Maka dari itu, faktor - faktor sosioekonomi kerap kali luput dari
perhatian negara maju, padahal faktor tersebut memiliki potensi menciptakan
kelemahan - kelemahan yang dapat memotivasi tindakan terorisme dan memudahkan
perekrutan teroris. Adanya hal tersebut, perlu adanya upaya - upaya khusus yang dilakukan
pemerintah untuk memperbaiki kelemahan – kelemahan sosioekonomi yang ada.
Negara - negara maju, seperti Amerika
Serikat, untuk membantu upaya penurunan angka terorisme .
Teori memprediksi bahwa kemiskinan
dan kondisi ekonomi yang buruk dapat mempengaruhi kualitas aksi teror yang
terjadi (Benmelech, Berrebi, dan Klor, 2010). Dalam teori dijelaskan bahwa
kondisi perekonomian yang buruk dapat mendorong orang – orang yang memiliki
kemampuan lebih dan pendidikan tinggi untuk ikut serta dalam suatu aksi
terorisme dan memungkinkan organisasi teror radikal mengirimkan teroris dengan
kualifikasi yang lebih baik ke dalam suatu misi terorisme yang lebih kompleks
dan dampak yang lebih besar. Benmelech, Berrebi, dan Klor (2010) menemukan
bukti adanya korelasi antara kondisi ekonomi, karakteristik teroris bom bunuh
diri, dan target serangan mereka, berdasarkan kasus teroris bom bunuh diri
dalam konflik Palestina dan Israel.
Argumen tentang faktor – faktor
ekonomi sebagai pemicu terorisme ini bisa menjelaskan pemicu terorisme di
Indonesia, di mana tingkat pengangguran yang masih tinggi dan kondisi
kesejahteraan masyarakat yang buruk mendorong sejumlah orang berpendidikan
untuk menjadi otak tindakan teroris. Namun, di sisi lain, kondisi masyarakat
yang masih miskin dan berpendidikan rendah juga memudahkan teroris untuk
merekrut teroris untuk melakukan serangan bom bunuh diri.
2. Terorisme
sebagai Implikasi Kegagalan Pemerintah
Munculnya tindakan terorisme di
Indonesia merupakan implikasi dari buruknya kondisi bangsa saat ini yang
membuat banyak orang frustrasi. Hal ini ditandai dengan beberapa indikator
ekonomi dan politik, antara lain tindakan korupsi yang terus merajalela,
ekonomi rakyat kecil yang sulit dan semakin terdesak, jaminan keamanan bagi
masyarakat yang rendah (kegagalan aparatur keamanan dalam memberikan rasa aman kepada
masyarakat), para pemimpin pemerintahan tidak lagi mampu memberikan teladan
atau contoh yang baik kepada masyarakat (buruknya moral para wakil rakyat yang
semakin terekspos media.
Argumen bahwa tindakan terorisme di
Indonesia dipicu oleh kegagalan pemerintah juga dapat dihubungkan dengan
argumen sebelumnya yang menjelaskan bahwa tindakan terorisme disebabkan kondisi
sosioekonomi yang buruk. Kedua argumen tersebut dapat melengkapi satu sama
lain. Munculnya anggapan bahwa pemerintah Indonesia telah gagal dalam
menjalankan perannya selama ini, baik dalam kesejahteraan masyarakat, penegakan
hukum, maupun politik luar negeri, mendorong segelintir orang berpendidikan
untuk merancang aksi terorisme. Kondisi kesejahteraan masyarakat yang rendah
dan tingkat pengangguran tinggi memudahkan otak aksi terorisme tersebut untuk
merekrut pelaku – pelaku terorisme lainnya, khususnya yang berasal dari
golongan ekonomi menengah ke bawah.
3. Konspirasi
Penguasa dan Aparat di Balik Aksi Terorisme
Selain faktor – faktor sosial dan
ekonomi, muncul pula argumen yang menyatakan bahwa tindakan – tindakan
terorisme yang ada di Indonesia hanyalah rekayasa penguasa belaka. Dalam hal
ini, faktor politik dan pemerintahan yang berperan dalam menimbulkan aksi –
aksi terorisme di dalam negeri.
Abshor (2011) menilai bahwa
pemerintah baru berhasil mengatasi terorisme di Indonesia, namun, di sisi lain,
pemerintah belum berhasil mencegah tindakan terorisme Hal tersebut mendorong
pemerintah untuk dapat merangkul organisasi yang mendukung pluralisme dan
mengembangkan pemahaman kepada seluruh lapisan masyarakat bahwa aksi kekerasan dalam bentuk apapun tidak
dapat dibenarkan. Oleh karena itu, peran pemuka agama dan tokoh masyarakat juga
sangat dibutuhkan untuk menghapuskan paham – paham keagamaan yang radikal dan
meniadakan kekerasan antarumat beragama.
Latief (2011) menilai kembali
maraknya aksi terorisme di Indonesia pada tahun 2011 menimbulkan banyak
praduga, apakah aksi teror yang terjadi antara nyata dan rekayasa (real –
unreal). Muncul argumen yang menyatakan bahwa aksi terorisme yang terjadi
belakangan ini memiliki kaitan dengan korban – korban kekerasan di masa lalu
(khusunya, pada masa Orde Baru), mengingat aparat keamanan turut menjadi target
serangan teroris. Di sisi lain, muncul pula argumen adanya keterlibatan negara
dalam aksi terorisme.
Argumen bahwa ada keterlibatan
negara dalam aksi terorisme di Indonesia terdapat dalam film “Inside
Indonesia’s War and Teror”. Film ini diproduksi oleh Dateline SBS (Special
Broadcasting Service), sebuah stasiun televisi terkenal di Australia dan sudah
ditayangkan pada tanggal 12 Oktober 2005. Film dokumenter tersebut menyimpulkan
bahwa mayoritas aksi teror dan kerusuhan antaragama di Indonesia adalah proyek
negara yang melibatkan TNI (Tentara Nasional Indonesia), Polri (Kepolisian
Republik Indonesia), dan BIN (Badan Intelejen Negara). Dengan kata lain dapat
disimpulkan bahwa ada suatu konspirasi politik penguasa di balik aksi – aksi
terorisme di Indonesia.
Argumen ini memang sangat kontroversial
dan bisa menyulut gejolak politik dan keamanan dalam negeri, serta menciptakan
instabilitas nasional. Maka dari itu, pemerintah perlu menunjukkan keseriusan
dalam memerangi terorisme sambil tetap menjalankan tugasnya dalam membela
kepentingan rakyat, bukan hanya sekedar mengurusi kepentingan elit – elit
politik.
B. Strategi
Mengatasi Ancaman Terorisme
Dalam mengatasi ancaman terorisme, harus dimulai dengan
dasar pemikiran dan strategi yang tepat. Karena teroris umumnya menggunakan dasar ilmu intelijen, maka
"counter terorism" di susun dengan pola operasi intelijen :
1.
penerapan
strategi militer, di sektor militer dilakukan operasi bawah tanah, yang
bertujuan menghancurkan kelompok teroris. Operasi mereka akan diganggu,
keuangan akan dikeringkan, tempat persembunyian akan terus diserbu. Jika ini
berhasil, tidak ada lagi yang jadi masalah di sektor militer. Operasi akan
lebih efektif apabila tim merupakan gabungan antara Densus 88/Antiteror dari
kepolisian dan satuan-satuan antiteror TNI. Hambatan ketentuan UU dan SOP
sebaiknya diatasi dengan pemikiran jangka panjang, karena ancaman teror jelas
mengganggu pembangunan dan kredibilitas kondisi keamanan negara dimata negara
lain.
Kedua, yaitu Strategi politik.
Pelibatan elite politik agar satu suara dalam penanganan masalah teroris sangat
dibutuhkan, tidak seperti masa lalu. Dalam hal Bom Bali-I, masih terjadi
perbedaan pendapat di antara elite politik. Tokoh-tokoh parpol Islam sangat
penting dilibatkan dalam penanganan kasus, agar tidak terjadi tekanan politis
bagi pemberantasan teror, bukan ditujukan kepada umat Islam tetapi kepada
kelompok radikal teror. Hal yang dibutuhkan adalah sebuah konsensus nasional
yang luas. Aliansi politik menjadi masalah penting bagi keamanan nasional kita.
Ketiga, strategi budaya. Pemerintah bersama tokoh-tokoh
agama wajib membantu dan menyadarkan generasi muda Islam di tempat-tempat
pendidikan agama. Dari beberapa kasus, mereka ini yang dibina dan dijadikan
kader. Beberapa anggota kelompok bersedia dan sadar untuk mati lebih disebabkan
karena mampu diyakinkan bahwa "surga" akan didapatnya, dan mereka
sudah berada dijalan yang benar. Menjadi tugas kita bersama untuk kembali
menyadarkan pemuda-pemuda, agar kembali memahami pengertian baik dan buruk,
pengertian haram dan halal serta pengertian jihad dan mati syahid. Strategi
budaya harus terus dilakukan pemerintah, kita tidak rela rasanya apabila para
pemuda Islam kita yang bersemangat dimanfaatkan dan dilibatkan dalam perang
mereka.
Solusi pelengkap dari ketiga
strategi itu sederhana saja, aktifkan dan berdayakan Babinsa dan Babin
Kamtibmas bersama-sama secara utuh, tidak sebagai pesaing. Babinsa adalah
jaringan teritorial yang telah puluhan tahun berpengalaman bergaul dan berperan
di masyarakat.
Strategi Ameika dalam memerangi Terorisme
Amerika Serikat Terhadap Perkembangan Gerakan Islam Radikal
Di Indonesia
Kebijakan War On Terrorism yang
dijalankan AS melalui National Security Strategy maupun National Strategy For
Comabting Terrorism untuk memerangi terorisme secara global, tentunya akan
berdampak terhadap politik internasional. Baik berupa respon maupun pengaruh
terhadap negara, organisasi maupun individu. Politik luar negeri atau kebijakan
luar negeri yang dijalankanoleh AS dalam hal ini War On Terrorism tentunya
mendapatkan respon dari negara-negara dunia internasional. Salah satu tujuan
dari kebijakan War On Terrorism adalah mengkampanyekan demokrasi ke seluruh
dunia dan menghilangkan ideologi atau paham-paham yang diduga menumbuhkan
terorisme, khusunya dunia Islam.Gerakan Islam Radikal sebagai salah satu kajian
dalam War On Terrorism selalu mendapat citra negatif dari dunia Barat,
khususnya AS. Hal tersebut, karena
Paham yang di bawa kelompok atau
gerakan radikal sangat bertentangan dengan demokrasi yang dibawa AS.Pengertian
gerakan Islam radikal dinyatakan sebagai gerakan perlawanan terhadap demokrasi.
Namun, pada dasarnya gerakan Islam tersebut hanya ingin menegakan system serta
tata nilai yang sesuai dengan Islam. Oleh karena itu, beberapa gerakan Islam
berusaha untuk menegakan syariat Islam, yang oleh Barat dan umat Islam yang lainnya
dicap radikal, fundamental, ekstrimis atau militant.Radikal sendiri berarti
dasar atau mengakar. Majelis Mujahidin sebagaisalah satu gerakan yang
dikategorikan radikal, memandang bahwa menegakansyariat Islam adalah sesuatu
yang harus diperjuangkan karena sebagai umat Islam syariat Islam merupakan hal
yang sangat mendasar.
C. Macam-Macam
Teroisme
1. Terorisme
fisik. Yaitu peristiwa-peristiwa yang sekarang menjadi puncak sorotan manusia;
peledakan, pemboman, penculikan, bom bunuh diri, pembajakan dan seterusnya.
Contoh
:
1. Pembunuhan
Khalifah yang mulia, ‘Umar bin Khaththâb Al-Fârûq radhiyallâhu ‘anhuoleh
seorang Majûsi, Abu Lu`luah adalah salah satu bentuk terorisme yang rendah dan
hina.
2. Pembunuhan
Khalifah yang mulia, ‘Ustmân bin ‘Affân Dzun Nurain radhiyallâhu ‘anhuoleh
gerombolan Khawarij dengan propokasi dari pendiri agama syi’ah, ‘Abdullah bin
Saba’, -seorang Yahûdi yang berpura-pura masuk Islam-, juga termasuk bentuk
terorisme yang terkutuk.
3. Dan
tidaklah luput dari catatan sejarah terorisme fisik yang dilakukan oleh
‘Abdurrahman bin Muljim dalam membunuh Khalifah yang mulia, ‘Ali bin Abi
Tholibradhiyallâhu ‘anhu adalah suatu perbuatan yang keji dan bejat.
4. Bom Bali I :
Dimana setelah terjadinya bom
Bali-I, Menhan mengeluarkan pernyataan mengejutkan, bahwa pelakunya adalah
Jamaah Islamiyah yang didukung oleh Al Qaeda. Yang terjadi pada 12 Oktober 2002 dan membawa korban dai Indonesia maupun
turis asing Australia yang berlibur.
2. Terorisme
ideologi (pemikiran/pemahaman). Dan terorisme jenis ini jauh lebih berbahaya
dari terorisme fisik. Sebab seluruh bentuk terorisme fisik yang terjadi
bersumber dari dorongan ideologi para pelakunya, baik itu dari kalangan
orang-orang kafir yang merupakan sumber terorisme di muka bumi ini, atau dari
kalangan kaum muslimin yang telah menyimpang pemikirannya dari jalan Islam yang
benar.
Contoh
:
Kasus Terorisme Noordin M Top
Nordin M Top adalah seorang tokoh teroris yang paling dicari
oleh aparat keamanan hingga kini. Beliau memiliki dedikasi tinggi untuk
organisasi, pengikut, serta kelompoknya. Ini dimiliki oleh Noordin. Bisa
dibayangkan kehebatannya. Sebagai WN Malaysia dia beroperasi di Indonesia.
Sudah sekian lama selalu mampu menghindar belum juga dapat ditangkap, bahkan
mampu melakukan serangan bom. Kelompok teroris ini, menghendaki masyarakat luas
menyediakan dukungan sehari- hari, seperti pengumpulan data untuk kepentingan
intelijen dan sumber dana. Tingkat dan susunan sebuah kelompok teroris terdiri
dari pimpinan atau ketua, kader aktif, pendukung aktif, pendukung pasif, dan
simpatisan di tengah masyarakat.
Dari beberapa hasil pemeriksaan dan
pengadilan, menunjukkan, biasanya mereka bersembunyi dengan menyewa atau
membeli rumah. Bersosialisasi dengan masyarakat umum dan berjualan, dalam
rangka menyamarkan kegiatan. Di rumah itu mereka melakukan penimbunan senjata,
bahan peledak, dan perakitan bom. Anggota jaringan taktis, adalah mereka yang
melakukan peledakan bom, melakukan pembunuhan, penculikan, pembakaran. Semua
anggota memiliki dedikasi tinggi kepada kelompoknya. Bahkan beberapa anggota
lebih memilih melakukan aksi bunuh diri sekalipun, Itulah yang dilakukan para
teroris.
C.
Kesimpulan
Aksi
Terorisme yang telah terjaini tidak bisa
di pandang sebelah mata. Semua pihak baik pemerintah, Polri, TNI dan masyarakat
harus berkerjasama atau mengambil tindakan tegas dala membrantas teorisme. Khususnya di Indonesia jagan sampai
peistiwa Bom Bali terulangi lagi. Banyak pihak di rugikan seperti investasi
untuk pariwisata di Bali menurun dan hubungan Indonesia dengan Australia
memburuk.
Para
generasi muda jagan mudah tepengaruh oleh ajakan yang belum pasti masalh
kematian hanya Allah SWT yang mengatahui aakah kita akan mauk surge atau neraka. Allah tidak menjamin
orang yang ikut kegiatan teois akan masuk surga. Dalam masa kepemimipnan nabi meupakan jihad di jalan Allah yang benar
karena nabi di utus sendiri oleh Allah dan yang pasti dilindungi dan di jamin
masuk suga.
No comments:
Post a Comment