Wednesday, November 13, 2013

PAPER BISNIS INTERNASIONAL



Progam Studi Manajemen Angkatan 2011
Departemen STIESIA Surabaya

TINDAKAN PEMERINTAH
TERHADAP AKSI TERORISME

PAPER TUGAS MATA KULIAH
MPB-504b BISNIS INTERNASIONAL

Vina Puspitasari
1110204820

Abstrack
            Terorisme adalah sebuah fenomena yang sulit untuk dimengerti. Aksinya sangat mematikan dan tertutup, membawa banyak korban jiwa, termasuk orang yang tidak bersalah.Dari beberapa insiden, diketahui bahwa seseorang tanpa dasar pendidikan yang cukup dapat melakukan aksi yang spektakuler. Pelaku atau pelaksana bentuk-bentuk terorisme, yang dilakukan baik oleh perorangan ataupun kelompok dengan cara kekerasan sampai pembunuhan. Yang dimulai dengan sistem konvensional hingga modern. Secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa efek teroris memiliki dimensi luas, dan umumnya secara langsung memberikan tekanan kepada pemerintah.
            Terrorism is a phenomena that is difficult to understand. The action is very deadly and closed, took many casualties, including those who do not bersalah.Dari several incidents, it is known that a person without sufficient basic education can take action were spectacular. Perpetrators or implementers forms of terrorism, which is done either by individuals or groups in a violent manner to murder. Which began with conventional and modern system. Overall it can be said that the terrorists have the effect of broad dimension, and are generally are directly put pressure to the government.
1.      Pendahuluan
faktor – faktor pemicu timbulnya tindakan terorisme di Indonesia. Pertama, faktor – faktor ekonomi, tingkat pengangguran yang tinggi dan kondisi ekonomi yang buruk mendorong sejumlah orang untuk melakukan tindakan teroris. Kondisi sosioekonomi yang buruk juga memudahkan organisasi teroris dalam merekrut teroris untuk melakukan serangan bom bunuh diri. Kedua, kekecewaan akan kegagalan negara dalam menjalankan perannya selama ini, baik dalam hal ekonomi, penegakan hukum, maupun politik luar negeri, mendorong beberapa orang berpendidikan untuk merancang aksi terorisme. Ketiga, adanya konspirasi politik penguasa, di mana mayoritas aksi teror dan kerusuhan antaragama di Indonesia adalah proyek negara yang melibatkan TNI, Polri, dan BIN.

Perlu adanya  upaya - upaya khusus yang dilakukan pemerintah untuk memperbaiki kelemahan – kelemahan dalam bidang ekono mi, politik, keamanan, dan penegakan hukum yang ada. Negara - negara maju seperti Amerika juga berpotensi untuk membantu upaya penurunan angka terorisme dengan cara meningkatkan jumlah bantuan bagi negara - negara berkembang untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.

2.      Kontruksi Argumen
A.    Pemicu Timbulnya Aksi Terorisme

1.      Faktor – Faktor Ekonomi sebagai Pemicu Aksi Terorisme
Penyebab utama munculnya aksi - aksi terorisme di seluruh dunia, salah satunya adalah faktor yang berkaitan dengan perekonomian suatu negara. Faktor – faktor ekonomi ini meliputi faktor geopolitik dalam pengelolaan sumber daya alam negara berkembang oleh negara maju dan faktor – faktor sosioekonomi, seperti kondisi ekonomi masyarakat, kemiskinan, dan pendidikan (human capital).
Menurut Ehrlich dan Liu (2002), faktor geopolitik, khususnya dalam kasus negara kaya (negara maju) yang berusaha mengendalikan sumber daya minyak bumi yang dimiliki negara berkembang mendorong terjadinya serangan teroris yang ditujukan pada negara maju tersebut yang dilakukan oleh bebeapa orang dari negara berkembang.

Lebih lanjut, Ehrlich dan Liu (2002) juga mengungkapkan bahwa faktor - faktor sosioekonomi, khususnya masalah kemiskinan, ketidakadilan sosial, dan besarnya jumlah pengangguran, bisa jadi salah satu penyebab terjadinya aksi - aksi terorisme. Maka dari itu, faktor - faktor sosioekonomi kerap kali luput dari perhatian negara maju, padahal faktor tersebut memiliki potensi menciptakan kelemahan - kelemahan yang dapat memotivasi tindakan terorisme dan memudahkan perekrutan teroris. Adanya hal tersebut, perlu adanya  upaya - upaya khusus yang dilakukan pemerintah untuk memperbaiki kelemahan – kelemahan sosioekonomi yang ada. Negara - negara maju, seperti  Amerika Serikat, untuk membantu upaya penurunan angka terorisme .

Teori memprediksi bahwa kemiskinan dan kondisi ekonomi yang buruk dapat mempengaruhi kualitas aksi teror yang terjadi (Benmelech, Berrebi, dan Klor, 2010). Dalam teori dijelaskan bahwa kondisi perekonomian yang buruk dapat mendorong orang – orang yang memiliki kemampuan lebih dan pendidikan tinggi untuk ikut serta dalam suatu aksi terorisme dan memungkinkan organisasi teror radikal mengirimkan teroris dengan kualifikasi yang lebih baik ke dalam suatu misi terorisme yang lebih kompleks dan dampak yang lebih besar. Benmelech, Berrebi, dan Klor (2010) menemukan bukti adanya korelasi antara kondisi ekonomi, karakteristik teroris bom bunuh diri, dan target serangan mereka, berdasarkan kasus teroris bom bunuh diri dalam konflik Palestina dan Israel.

Argumen tentang faktor – faktor ekonomi sebagai pemicu terorisme ini bisa menjelaskan pemicu terorisme di Indonesia, di mana tingkat pengangguran yang masih tinggi dan kondisi kesejahteraan masyarakat yang buruk mendorong sejumlah orang berpendidikan untuk menjadi otak tindakan teroris. Namun, di sisi lain, kondisi masyarakat yang masih miskin dan berpendidikan rendah juga memudahkan teroris untuk merekrut teroris untuk melakukan serangan bom bunuh diri.

2.      Terorisme sebagai Implikasi Kegagalan Pemerintah

Munculnya tindakan terorisme di Indonesia merupakan implikasi dari buruknya kondisi bangsa saat ini yang membuat banyak orang frustrasi. Hal ini ditandai dengan beberapa indikator ekonomi dan politik, antara lain tindakan korupsi yang terus merajalela, ekonomi rakyat kecil yang sulit dan semakin terdesak, jaminan keamanan bagi masyarakat yang rendah (kegagalan aparatur keamanan dalam memberikan rasa aman kepada masyarakat), para pemimpin pemerintahan tidak lagi mampu memberikan teladan atau contoh yang baik kepada masyarakat (buruknya moral para wakil rakyat yang semakin terekspos media.

Argumen bahwa tindakan terorisme di Indonesia dipicu oleh kegagalan pemerintah juga dapat dihubungkan dengan argumen sebelumnya yang menjelaskan bahwa tindakan terorisme disebabkan kondisi sosioekonomi yang buruk. Kedua argumen tersebut dapat melengkapi satu sama lain. Munculnya anggapan bahwa pemerintah Indonesia telah gagal dalam menjalankan perannya selama ini, baik dalam kesejahteraan masyarakat, penegakan hukum, maupun politik luar negeri, mendorong segelintir orang berpendidikan untuk merancang aksi terorisme. Kondisi kesejahteraan masyarakat yang rendah dan tingkat pengangguran tinggi memudahkan otak aksi terorisme tersebut untuk merekrut pelaku – pelaku terorisme lainnya, khususnya yang berasal dari golongan ekonomi menengah ke bawah.

3.      Konspirasi Penguasa dan Aparat di Balik Aksi Terorisme

Selain faktor – faktor sosial dan ekonomi, muncul pula argumen yang menyatakan bahwa tindakan – tindakan terorisme yang ada di Indonesia hanyalah rekayasa penguasa belaka. Dalam hal ini, faktor politik dan pemerintahan yang berperan dalam menimbulkan aksi – aksi terorisme di dalam negeri.

Abshor (2011) menilai bahwa pemerintah baru berhasil mengatasi terorisme di Indonesia, namun, di sisi lain, pemerintah belum berhasil mencegah tindakan terorisme Hal tersebut mendorong pemerintah untuk dapat merangkul organisasi yang mendukung pluralisme dan mengembangkan pemahaman kepada seluruh lapisan masyarakat  bahwa aksi kekerasan dalam bentuk apapun tidak dapat dibenarkan. Oleh karena itu, peran pemuka agama dan tokoh masyarakat juga sangat dibutuhkan untuk menghapuskan paham – paham keagamaan yang radikal dan meniadakan kekerasan antarumat beragama.

Latief (2011) menilai kembali maraknya aksi terorisme di Indonesia pada tahun 2011 menimbulkan banyak praduga, apakah aksi teror yang terjadi antara nyata dan rekayasa (real – unreal). Muncul argumen yang menyatakan bahwa aksi terorisme yang terjadi belakangan ini memiliki kaitan dengan korban – korban kekerasan di masa lalu (khusunya, pada masa Orde Baru), mengingat aparat keamanan turut menjadi target serangan teroris. Di sisi lain, muncul pula argumen adanya keterlibatan negara dalam aksi terorisme.

Argumen bahwa ada keterlibatan negara dalam aksi terorisme di Indonesia terdapat dalam film “Inside Indonesia’s War and Teror”. Film ini diproduksi oleh Dateline SBS (Special Broadcasting Service), sebuah stasiun televisi terkenal di Australia dan sudah ditayangkan pada tanggal 12 Oktober 2005. Film dokumenter tersebut menyimpulkan bahwa mayoritas aksi teror dan kerusuhan antaragama di Indonesia adalah proyek negara yang melibatkan TNI (Tentara Nasional Indonesia), Polri (Kepolisian Republik Indonesia), dan BIN (Badan Intelejen Negara). Dengan kata lain dapat disimpulkan bahwa ada suatu konspirasi politik penguasa di balik aksi – aksi terorisme di Indonesia.

Argumen ini memang sangat kontroversial dan bisa menyulut gejolak politik dan keamanan dalam negeri, serta menciptakan instabilitas nasional. Maka dari itu, pemerintah perlu menunjukkan keseriusan dalam memerangi terorisme sambil tetap menjalankan tugasnya dalam membela kepentingan rakyat, bukan hanya sekedar mengurusi kepentingan elit – elit politik.

B.     Strategi Mengatasi Ancaman Terorisme
Dalam mengatasi ancaman terorisme, harus dimulai dengan dasar pemikiran dan strategi yang tepat. Karena teroris umumnya  menggunakan dasar ilmu intelijen, maka "counter terorism" di susun dengan pola operasi intelijen :
1.      penerapan strategi militer, di sektor militer dilakukan operasi bawah tanah, yang bertujuan menghancurkan kelompok teroris. Operasi mereka akan diganggu, keuangan akan dikeringkan, tempat persembunyian akan terus diserbu. Jika ini berhasil, tidak ada lagi yang jadi masalah di sektor militer. Operasi akan lebih efektif apabila tim merupakan gabungan antara Densus 88/Antiteror dari kepolisian dan satuan-satuan antiteror TNI. Hambatan ketentuan UU dan SOP sebaiknya diatasi dengan pemikiran jangka panjang, karena ancaman teror jelas mengganggu pembangunan dan kredibilitas kondisi keamanan negara dimata negara lain.
Kedua, yaitu Strategi politik. Pelibatan elite politik agar satu suara dalam penanganan masalah teroris sangat dibutuhkan, tidak seperti masa lalu. Dalam hal Bom Bali-I, masih terjadi perbedaan pendapat di antara elite politik. Tokoh-tokoh parpol Islam sangat penting dilibatkan dalam penanganan kasus, agar tidak terjadi tekanan politis bagi pemberantasan teror, bukan ditujukan kepada umat Islam tetapi kepada kelompok radikal teror. Hal yang dibutuhkan adalah sebuah konsensus nasional yang luas. Aliansi politik menjadi masalah penting bagi keamanan nasional kita.
Ketiga, strategi budaya. Pemerintah bersama tokoh-tokoh agama wajib membantu dan menyadarkan generasi muda Islam di tempat-tempat pendidikan agama. Dari beberapa kasus, mereka ini yang dibina dan dijadikan kader. Beberapa anggota kelompok bersedia dan sadar untuk mati lebih disebabkan karena mampu diyakinkan bahwa "surga" akan didapatnya, dan mereka sudah berada dijalan yang benar. Menjadi tugas kita bersama untuk kembali menyadarkan pemuda-pemuda, agar kembali memahami pengertian baik dan buruk, pengertian haram dan halal serta pengertian jihad dan mati syahid. Strategi budaya harus terus dilakukan pemerintah, kita tidak rela rasanya apabila para pemuda Islam kita yang bersemangat dimanfaatkan dan dilibatkan dalam perang mereka.
Solusi pelengkap dari ketiga strategi itu sederhana saja, aktifkan dan berdayakan Babinsa dan Babin Kamtibmas bersama-sama secara utuh, tidak sebagai pesaing. Babinsa adalah jaringan teritorial yang telah puluhan tahun berpengalaman bergaul dan berperan di masyarakat.
Strategi Ameika dalam memerangi Terorisme
Amerika Serikat Terhadap Perkembangan Gerakan Islam Radikal Di Indonesia
Kebijakan War On Terrorism yang dijalankan AS melalui National Security Strategy maupun National Strategy For Comabting Terrorism untuk memerangi terorisme secara global, tentunya akan berdampak terhadap politik internasional. Baik berupa respon maupun pengaruh terhadap negara, organisasi maupun individu. Politik luar negeri atau kebijakan luar negeri yang dijalankanoleh AS dalam hal ini War On Terrorism tentunya mendapatkan respon dari negara-negara dunia internasional. Salah satu tujuan dari kebijakan War On Terrorism adalah mengkampanyekan demokrasi ke seluruh dunia dan menghilangkan ideologi atau paham-paham yang diduga menumbuhkan terorisme, khusunya dunia Islam.Gerakan Islam Radikal sebagai salah satu kajian dalam War On Terrorism selalu mendapat citra negatif dari dunia Barat, khususnya AS. Hal tersebut, karena
Paham yang di bawa kelompok atau gerakan radikal sangat bertentangan dengan demokrasi yang dibawa AS.Pengertian gerakan Islam radikal dinyatakan sebagai gerakan perlawanan terhadap demokrasi. Namun, pada dasarnya gerakan Islam tersebut hanya ingin menegakan system serta tata nilai yang sesuai dengan Islam. Oleh karena itu, beberapa gerakan Islam berusaha untuk menegakan syariat Islam, yang oleh Barat dan umat Islam yang lainnya dicap radikal, fundamental, ekstrimis atau militant.Radikal sendiri berarti dasar atau mengakar. Majelis Mujahidin sebagaisalah satu gerakan yang dikategorikan radikal, memandang bahwa menegakansyariat Islam adalah sesuatu yang harus diperjuangkan karena sebagai umat Islam syariat Islam merupakan hal yang sangat mendasar.
C.    Macam-Macam Teroisme
1.      Terorisme fisik. Yaitu peristiwa-peristiwa yang sekarang menjadi puncak sorotan manusia; peledakan, pemboman, penculikan, bom bunuh diri, pembajakan dan seterusnya.

Contoh :
1.      Pembunuhan Khalifah yang mulia, ‘Umar bin Khaththâb Al-Fârûq radhiyallâhu ‘anhuoleh seorang Majûsi, Abu Lu`luah adalah salah satu bentuk terorisme yang rendah dan hina.
2.      Pembunuhan Khalifah yang mulia, ‘Ustmân bin ‘Affân Dzun Nurain radhiyallâhu ‘anhuoleh gerombolan Khawarij dengan propokasi dari pendiri agama syi’ah, ‘Abdullah bin Saba’, -seorang Yahûdi yang berpura-pura masuk Islam-, juga termasuk bentuk terorisme yang terkutuk.
3.      Dan tidaklah luput dari catatan sejarah terorisme fisik yang dilakukan oleh ‘Abdurrahman bin Muljim dalam membunuh Khalifah yang mulia, ‘Ali bin Abi Tholibradhiyallâhu ‘anhu adalah suatu perbuatan yang keji dan bejat.
4.      Bom Bali I :
Dimana setelah terjadinya bom Bali-I, Menhan mengeluarkan pernyataan mengejutkan, bahwa pelakunya adalah Jamaah Islamiyah yang didukung oleh Al Qaeda. Yang terjadi pada 12 Oktober  2002 dan membawa korban dai Indonesia maupun turis asing  Australia yang berlibur.

2.      Terorisme ideologi (pemikiran/pemahaman). Dan terorisme jenis ini jauh lebih berbahaya dari terorisme fisik. Sebab seluruh bentuk terorisme fisik yang terjadi bersumber dari dorongan ideologi para pelakunya, baik itu dari kalangan orang-orang kafir yang merupakan sumber terorisme di muka bumi ini, atau dari kalangan kaum muslimin yang telah menyimpang pemikirannya dari jalan Islam yang benar.

Contoh :
Kasus Terorisme Noordin M Top
Nordin M Top adalah seorang tokoh teroris yang paling dicari oleh aparat keamanan hingga kini. Beliau memiliki dedikasi tinggi untuk organisasi, pengikut, serta kelompoknya. Ini dimiliki oleh Noordin. Bisa dibayangkan kehebatannya. Sebagai WN Malaysia dia beroperasi di Indonesia. Sudah sekian lama selalu mampu menghindar belum juga dapat ditangkap, bahkan mampu melakukan serangan bom. Kelompok teroris ini, menghendaki masyarakat luas menyediakan dukungan sehari- hari, seperti pengumpulan data untuk kepentingan intelijen dan sumber dana. Tingkat dan susunan sebuah kelompok teroris terdiri dari pimpinan atau ketua, kader aktif, pendukung aktif, pendukung pasif, dan simpatisan di tengah masyarakat.
Dari beberapa hasil pemeriksaan dan pengadilan, menunjukkan, biasanya mereka bersembunyi dengan menyewa atau membeli rumah. Bersosialisasi dengan masyarakat umum dan berjualan, dalam rangka menyamarkan kegiatan. Di rumah itu mereka melakukan penimbunan senjata, bahan peledak, dan perakitan bom. Anggota jaringan taktis, adalah mereka yang melakukan peledakan bom, melakukan pembunuhan, penculikan, pembakaran. Semua anggota memiliki dedikasi tinggi kepada kelompoknya. Bahkan beberapa anggota lebih memilih melakukan aksi bunuh diri sekalipun, Itulah yang dilakukan para teroris.
C.    Kesimpulan
Aksi Terorisme yang telah terjaini  tidak bisa di pandang sebelah mata. Semua pihak baik pemerintah, Polri, TNI dan masyarakat harus berkerjasama atau mengambil tindakan tegas dala membrantas  teorisme. Khususnya di Indonesia jagan sampai peistiwa Bom Bali terulangi lagi. Banyak pihak di rugikan seperti investasi untuk pariwisata di Bali menurun dan hubungan Indonesia dengan Australia memburuk.
Para generasi muda jagan mudah tepengaruh oleh ajakan yang belum pasti masalh kematian hanya Allah SWT yang mengatahui aakah kita akan  mauk surge atau neraka. Allah tidak menjamin orang yang ikut kegiatan teois akan masuk surga. Dalam  masa kepemimipnan  nabi meupakan jihad di jalan Allah yang benar karena nabi di utus sendiri oleh Allah dan yang pasti dilindungi dan di jamin masuk suga.

No comments:

Post a Comment